Mahyuddin NS Gubernur Sumsel 2008
Mahyuddin NS dilantik sebagai Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel), 11 Juli 2008. Sebelumnya, dokter kelahiran Lahat, 14 September 1947, ini menjabat Wakil Gubernur Sumsel dan sempat menjadi pelaksana tugas (Plt) Gubernur Sumsel pasca mundurnya Syahrial Oesman sebagai gubernur sejak 19 Juni 2008, terkait dengan pencalonannya sebagai calon gubernur Sumsel.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Mardiyanto melantik Mahyuddin NS dalam rapat paripurna istimewa III DPRD Sumsel, yang juga dihadiri mantan gubernur Sumsel Syahrial Oesman dan mantan Bupati Musi Banyuasin (Muba) Alex Noerdin yang keduanya akan bertarung pada pemilihan Gubernur – Wakil Gubernur Sumsel tahun 2008 – 2013, pada 4 September 2088.
Mendagri Mardiyanto menjelaskan pelantikan Gubernur Sumsel sebagai suatu konsekuensi logis dari pelaksanaan UU No 12/ 2008 tentang perubahan kedua atas UU No 32/2004. Jadi dengan adanya pengunduran diri dari pejabat gubernur yang lama, maka konsekuensinya wagub dengan ketetapan Presiden disahkan menjadi gubernur sampai dengan masa berakhirnya periode 2003-2008. ►ti/tsl
***
dr H Mahyuddin NS, SpOG
Anak Petani yang Sukses
Perjalanan panjang kehidupan telah dilakoni Mahyuddin. Ada kesedihan tetapi tidak berkepanjangan dan justru ada harapan mendapatkan kemenangan dan kegembiraan setelah meraih sukses.
MELIHAT keberhasilan yang telah diraih dr Mahyuddin NS, SpOG tentunya orang ingin mengenal lebih dekat sosok Wakil Gubernur Sumsel ini. Mahyuddin yang hingga kini masih tercatat sebagai pengajar di Universitas Sriwijaya ini dilahirkan di Desa Tanjungkurung, Kecamatan Kikim, Kabupaten Lahat pada 14 September 1947.
Saat orang nomor dua di Sumsel ini dilahirkan keadaan desa yang terletak di lembah Bukit Barisan itu masih terisolir. Hanya ada jalan setapak sehingga nyaris tidak ada kendaraan yang bias mencapai desa tersebut. Kondisi ini terus berlangsung hingga dekade 1970-an saat pemerintah membangun jalan akses ke desa tersebut.
“Karena tidak ada orang lain maka ibu saya sendiri yang memotong tali pusar saat saya baru dilahirkan,” kata Mahyuddin menceritakan riwayat hidupnya. Terlahir dari keluarga petani, putra Natimbul (meninggal tahun 1982) dan Same’a ini sangat akrab dengan kehidupan alam sekitarnya. Bahkan sawah, pohon, sungai dan sebagainya adalah obyek yang paling sering digambar Mahyuddin saat dirinya masih bersekolah.
Tak Pernah Bermimpi Jadi Dokter
Bercerita mengenai sekolah, suami dr Hj Halipah Mahyuddin, SpTHT, MM ini memiliki pengalaman berharga yang mengharukan. Masa kecil putra keempat dari tujuh bersaudara
ini dihabiskan di gubuk sederhana berdinding bambu beratap alang-alang di tengah sawah milik orangtuanya berjarak sekitar 3 kilometer dari dusun--sebutan desa kala itu.
Meski berprofesi seorang petani dan kemudian diangkat kerio atau kepala desa, tetapi semangat ingin maju tertanam di keluarga ini. Langkah ingin maju ditempuh dengan menyekolahkan anakanak di keluarga ini, termasuk Mahyuddin. Jika umumnya anak-anak di masa itu masuk sekolah di usia delapan-sembilan tahun maka Mahyuddin masuk Sekolah Rakyat saat usianya menginjak tujuh tahun.
“Orangtua saya khawatir karena saya sering pergi kehutan seorang diri, sedangkan di hutan itu sering ada harimau yang mengamuk. Jadilah saya dimasukkan ke SR,” kenangnya. Selesai hingga kelas tiga di SR di dekat desanya, Mahyuddin dihadapkan pada dua pilihan yakni melanjutkan ke SR di Lubuk Linggau atau SR di Lahat. Akhirnya dipilihnya SR 01 Lahat yang kala itu memang menjadi sekolah favorit. Tamat dari SR 01 Lahat (tahun 1960), Mahyuddin melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Santo Yoseph Lahat.
Kondisi negara Indonesia yang masa itu berada dalam kesulitan ekonomi otomatis berpengaruh pada seluruh rakyat Indonesia termasuk Mahyuddin. Jangankan memikirkan
sekolah, untuk makan pun susah. Dan untuk membantu orangtuanya maka Mahyuddin remaja bekerja sebagai petinju cilik amatir di Pasar Mambo Lahat di sela kegiatan sekolahnya. Bahkan selama beberapa bulan karena ketiadaan biaya, memaksa Mahyuddin meninggalkan sekolah.
“Untungnya ada guru saya namanya Suster Leonardi, setelah tiga bulan saya tidak masuk sekolah dia datang ke rumah. Bahkan ketika saya beritahukan bahwa semua celana sekolah saya rusak, beliau memberikan dua stel celana sembari berpesan agar saya sekolah lagi,” ujaranya.
Setamat dari SMP Santo Yoseph Lahat (1963), Mahyuddin sebenarnya berkeinginan melanjutkan ke Sekolah Perawat dengan pertimbangan tamat langsung bekerja. Lagi-lagi terkendala ekonomi maka Mahyuddin terpaksa tidak masuk ke sekolah ini dan memilih bekerja di bengkel Mulya di Palembang. Dan kembali nasib memertemukan Mahyuddin dengan Suster Leonardi, guru yang menolongnya di masa SMP.
“Ketika saya sedang bekerja di bengkel tanpa sengaja suster Leonardi datang ke bengkel tersebut. Beliau terkejut karena saya tidak melanjutkan sekolah, apalagi saat SMP saya lulus sebagai juara umum,” katanya.
Menamatkan pendidikan dari SMA Xaverius 1 Palembang (1967), Mahyuddin tidak pernah membayangkan akan meneruskan pendidikan ke Fakultas Kedokteran. Bekerja untuk menghasilkan uang adalah hal utama yang dipikirkannya kala itu. Beberapa usaha lain juga dilakukannya, mendaftar polisi dan program beasiswa di Institut Teknologi Bandung (ITB) bahkan lulus program ini.
“Ceritanya hingga saya bias melanjutkan ke kedokteran ini karena ditawari paman saya. Saya bersyukur karena banyak orang yang membantu saya,” katanya. Selama menempuh pendidikan di FK Unsri, Mahyuddin juga menyempatkan mengajar les privat ke rumah pada siswa SMA. Dan kegiatannya mengajar les privat inilah yang mengantarkan Mahyuddin bertemu pasangan hidup.
Apalagi saat Halipah--nama salah seorang siswa didiknya tersebut juga diterima di FK Unsri. Dan setelah beberapa tahun berpacaran, mereka memutuskan menikah saat Mahyuddin berada di tingkat lima FK Unsri. Dan keluarga inipun dikaruniai tiga orang anak, dua putra dan satu putri yakni Muhammad Taufik Roseno, Yudha Pratomo dan Anggia Primasari.
Perjalanan panjang kehidupan telah dilakoni Mahyuddin. Ada satu masa berisi kenekatan memperjuangkan hidup, sementara lainnya berisi kegetiran menghadapi kenyataan
pahit, kebingungan menentukan langkah dan kepasrahan menghadapi kegagalan. Ada kesedihan tetapi tidak berkepanjangan dan justru ada harapan mendapatkan kemenangan dan kegembiraan setelah meraih sukses.
Takdir seseorang tidak dapat dipastikan, mutlak di tangan Allah Yang Maha Kuasa.
Walaupun jalan kehidupan yang ditempuh berliku, sebenarnya setiap makhluk sudah ada qadha dan qadarnya. Dan sudah menjadi qadha dan qadar hingga akhirnya Mahyuddin diserahi amanah sebagai Wakil Gubernur Sumsel mendampingi Gubernur Sumsel, Ir Syahrial Oesman, MM.
Hidup Harus Punya Target
HIDUP harus punya target perubahan, seperti itulah ungkapan paling tepat menggambarkan semangat hidup dari dr H Mahyuddin NS, SpOG. Karena setiap kesuksesan itu memang tidak dicapai dalam waktu sehari melainkan butuh proses dan di dalam proses ini harus ada target pencapaian.
“Misalnya, usia kurang dari 30 tahun target saya adalah harus berhasil jadi dokter, dan usia selanjutnya jadi spesialis. Begitu seterusnya, hidup ini memang harus punya target perubahan,” ujar Mahyuddin saat dibincangi di kediaman dinasnya, Jl Demang Lebar Daun, Palembang, Minggu (10/9).
Keberhasilan yang diraih Mahyuddin ini sebenarnya sangatlah jauh dari target perubahan yang diharapkannya di masa lalu. Didasari realita kehidupan maka Mahyuddin hanya ditargetkan menjadi seorang pandai besi dan sopir truk. “Alasannya sederhana sekali, karena orangtua saya petani maka dengan jadi pandai besi maka saya bisa menjadi membuat cangkul yang baik. Dan sopri truk agar saya bias membawa hasil desa keluar,” katanya.
Keberhasilan yang diperoleh ini tentunya melalui proses panjang. Selesainya menamatkan kuliah di FK Unsri (1975), Mahyuddin mengawali kariernya sebagai Pegawai Negeri Sipil golongan IIIA. Setelah menamatkan pendidikan Spesialis Kebidanan dan Kandungan di Universitas Airlangga (1984), Mahyuddin dipercaya sebagai staf pengajar di FK Unsri/RSUP Palembang dengan tambahan tugas sebagai Direktur Program Keluarga Berencana Rumah Sakit. Sejumlah jabatan lain pernah diembannya, termasuk jabatannya sebagai Pembantu Rektor IV Bidang Kerjasama Nasional dan Internasional Unsri yang harus dilepasnya karena terpilih sebagai Wagub dan dilantik 7 November 2003.
Karir organisasi sudah dilakoni Mahyuddin sejak duduk di SR, dan hingga SMA beberapa kali menjadi Ketua Kelas. Juga aktif di Pelajar Islam Indonesia, Himpunan Mahasiswa Islam dan setelah tamat di Korps HMI Wilayah Sumsel. Sehubungan dengan profesi dokternya, Mahyuddin juga aktif di Ikatan Dokter Indonesia dan hingga sekarang dipercaya sebagai Ketua IDI Sumsel.
Di organisasi politik Mahyuddin pernah menjabat berbagai jabatan diantaranya Wakil Bendahara Golkar Prov Sumsel. Begitupun dengan olahraga, penggemar berbagai olahraga ini dipercaya menduduki beberapa jabatan diantaranya, Ketua Cabang Bulutangkis Kota Palembang dan Ketua Departemen Pembinaan dan Kesehatan Pelti Sumsel serta sejumlah jabatan lain.
Business Owner
Berkenaan pencapaian target perubahan itulah maka Mahyuddin senantiasa berupaya mengembangkan diri. Jika semula menjadi pegawai maka langkah perubahan ditempuhnya dengan menjadi business owner atau pemilik usaha atau bisnis. Sejumlah bisnis layanan kesehatan sekarang dimiliknya terdiri dari Rumah Sakit Bunda dan Bunda Graha Medika. Dan digelutinya bisnis otomotif dibawah naungan PT Yudha Primasena.
Tidak takut pada kegagalan seperti itulah, kata kunci dari keberhasilan yang sekarang diraih Mahyuddin saat ini. Justru tantangan itu harus dijadikan peluang. Karena kegagalan dan tantangan itu merupakan bagian dari proses mencapai keberhasilan.
Kuncinya Agama dan Kejujuran
ANAK-anak merupakan amanat Allah SWT dan orangtua memegang peranan penting di dalam pembentukan jati diri seorang anak, selain ada pengaruh dari lingkungannya. Prinsip bahwa anak merupakan amanat Allah SWT ini dipegang teguh oleh dr Mahyuddin NS, SpOG. Bersama istri tercintanya, Ny dr Hj Halipah Mahyuddin anak-anak mereka diberikan pendidikan sejak dini, khususnya akhlak.
Sedari kecil anak-anak di keluarga ini diperkenalkan dengan tuntunan agama yang benar, nilai kejujuran dan harga diri yang baik. “Sedari kecil hingga mereka kuliah kita selalu memanggil guru mengaji ke rumah. Bahkan saat mereka kuliah di lain kotapun tetap ada guru mengaji,” kata Mahyuddin saat beramah tamah dengan sejumlah wartawan, Minggu (10/9).
Suasana demokratis juga diterapkan Mahyuddin bagi anak-anaknya. Anak tidak hanya diperintahkan mendengarkan perkataan orangtua, melainkan anak diajak untuk berkomunikasi. Hampir semua keputusan keluarga ini merupakan hasil dari diskusi dan perdebatan antar keluarga.
Wujud demokratis yang diberikan keluarga juga diterapkan saat anak-anak mereka memilih pendidikan sesuai keinginan. Taufik Roseno menjadi Sarjana Teknik Telkom sedangkan putra keduanya, Yudha Pratomo menjadi Sarjana Elektro. Putri bungsu dalam keluarga ini, Anggia Primatasari-lah yang akhirnya memilih mengikuti jejak kedua orangtuanya sebagai dokter.
“Yang paling penting adalah anak-anak profesional di bidangnya masing-masing,” harap Mahyuddin. Seraya menambahkan bahwa meski hanya satu anaknya yang menjadi dokter, tetapi kedua orang menantunya yakni Puteri dan Mila berprofesi sebagai dokter.
Pola pendidikan yang sama ini juga diterapkan pada Shifa Namira Putri--bocah perempuan yang diangkat cucu oleh Mahyuddin. Harapan pola pendidikan berdasar nilai agama ini diharapkan diterapkan bagi cucu-cucunya. Dari tiga orang putra-putri yang sudah menikah, keluarga ini dikaruniai tiga cucu yakni Alia Zafira, Rafi Kausar dan Andrial Hafiz. ► Jejak Langkah Mahyuddin Ns 59 Tahun, Sriwijaya Post, Jumat, 15 September 2006
Nama :dr H Mahyuddin NS, SpOG
Lahir:Lahat, 14 September 1947
Agama:Islam
Jabatan:
- Gubernur Sumsel, 2008
- Wagub Sumsel, 2003-2008
Isteri:dr Hj Halipah Mahyuddin, SpTHT, MM
Anak:
1. Muhammad Taufik Roseno, ST
2. Yudha Pratomo, ST, MSc
3. dr Anggia Primasari
Ayah:Natimbul (meninggal tahun 1982)
Ibu :Same’a
Pendidikan:
- SR 01 Lahat (1960)
- SMP St Yoseph Lahat (1963)
- SMA Xaverius 1 Palembang (1966)
- Fakultas Kedokteran Unsri (1974)
- Spesialis Kebidanan Uiversitas Airlangga (1984)
Karir:
- Pegawai Negeri Sipil golongan IIIA
- Staf pengajar di FK Unsri/RSUP Palembang
- Direktur Program Keluarga Berencana Rumah Sakit
- Pembantu Rektor IV Bidang Kerjasama Nasional dan Internasional Unsri
- Wagub Sumsel, dilantik 7 November 2003
- Gubernur Sumsel, dilantik 11 Juli 2008
*** Tokoh Indonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia),