Halaman

Lesan Limanardja Metrodata Mirip Supermarket




Lesan Limanardja, CEO dan Presiden Direktur PT Metrodata Electronics Tbk, lahir di Purwokerto, Jawa Tengah, 21 Februari 1939. Selepas kuliah di ITB, tahun 1962 ia bekerja di PT IBM Indonesia. Kariernya melesat hingga meraih posisi chief financial officer. Namun, baru sebulan menjabat, Lesan pindah ke Metrodata pada 1 Desember 1980.

Di tangan Lesan, perusahaan yang berdiri tahun 1975 ini berkembang pesat, dari hanya produsen kertas komputer (continues form) menjadi distributor hardware-software papan atas. Rabu (17/1) pekan lalu di kantornya, Wisma Metropolitan I, Jl. Jend. Sudirman, Jakarta, kepada Prayogo P. Harto dari Warta Ekonomi Lesan menuturkan perjalanan kariernya, hobi, dan mengungkapkan kegemasannya terhadap MoU Departemen Kominfo dengan Microsoft yang memicu kontroversi itu. Petikannya:

Bagaimana tanggapan Anda tentang MoU pemerintah dengan Microsoft?
Saya presdir dari perusahaan yang tak mau bergantung pada satu teknologi. Kalau Anda menanyakan pendapat saya tentang Republik Indonesia, masa sih akan berbeda?

Baiklah ....
Tetapi, ada catatan. Setiap teknologi pasti punya kelebihan masing-masing. Saya tidak sependapat jika harus memakai semua teknologi atau hanya memakai satu saja. Somewhere in between, itu yang terbaik. Kalau memakai semua teknologi juga tak akan optimal. Dunia TI, termasuk Metrodata, berharap pemerintah cukup memberi contoh. Misalnya, dari 100 alternatif, pilih saja 10. Kalau pemerintah memilih A, pihak swasta otomatis akan ikut. Sebab, pemerintah itu produsen yang terbesar. Jadi, jangan bikin peraturan hanya Linux atau Windows.

Menurut Anda, apa dampak MoU itu?
Salah satu poin dalam MoU adalah untuk mengurangi pembajakan di Indonesia. Namun, saya tidak sependapat dengan Tony Chen (presdir PT Microsoft Indonesia—Red.). Mengurangi pembajakan dengan merazia bukan jalan keluar yang tepat. Lebih baik, petinggi Microsoft mendatangi CEO-CEO BUMN, swasta, dan kepala departemen pemerintahan. Imbau mereka, “Tolong, jangan pakai bajakan.” Kalau mereka didatangi, CEO-CEO itu pasti malu pakai bajakan. Apalagi orang Indonesia rasa malunya besar. Ini jauh lebih efektif daripada mengejar orang-orang di Glodok.

Tahun lalu penjualan Metrodata mencapai US$153 juta atau sekitar Rp1,6 triliun, dan menguasai 10% pangsa pasar software-hardware yang US$1,5 miliar. Namun, menurut Lesan, sulit menyebut data itu valid karena banyak perusahaan yang tak melaporkan angka penjualan sebenarnya. “Ketika Rini Soewandi menjadi Menteri Perindustrian dan Perdagangan, ia pernah mencoba menyamakan catatan ekspor Indonesia ke Singapura dengan impor Singapura dari Indonesia. Hasilnya, tidak cocok,” tutur Lesan.

Bagaimana Anda bisa bergabung dengan Metrodata?
Saya ditawari oleh Budi Brasali (almarhum—Red.), teman kuliah kakak saya di ITB. Waktu itu saya tidak tahu Metrodata. Namun, Budi Brasali bilang, “Sudah, ketemu saja dulu dengan pemiliknya.” Ternyata pemiliknya ada tujuh orang, antara lain, Budi Brasali, Hiskak Secakusuma, dan Ciputra. Lantas saya bertanya, “Bos saya siapa?” dan dijawab, semuanya. Saya bilang, “Saya cuma mau satu bos.” Kemudian Pak Ci bertanya, “Siapa yang mau kamu pilih jadi atasan?” Mungkin Pak Ci mengira saya akan memilih Budi Brasali karena sudah kenal. Namun, saya memilih Hiskak Secakusuma. Alasannya, karena di antara mereka semua, cuma Hiskak yang bisa komputer... hahaha.

Apa tugas pertama Anda sebagai CEO?
Saya diminta mengkaji kembali bisnis Metrodata. Saya lihat, produk kertas continues form prospeknya kurang menjanjikan. Kami akan kalah bersaing dengan pabrik lain yang lebih besar. Akhirnya saya rekomendasikan kepada dewan komisaris untuk ditutup saja.

Selanjutnya?
Tahun 1983 saya mulai merombak produk portofolio Metrodata. Waktu itu saya melihat personal computer (PC) mulai populer. Jadi, bersama seorang staf, saya berangkat ke Taiwan untuk melobi Appleclone. (Appleclone adalah perusahaan pertama yang mengembangkan PC—Red.). Singkat cerita, saya mulai jualan PC Appleclone dengan membuka toko di Ratu Plaza, Jakarta. Rupanya ada eksekutif Epson yang tertarik setelah melihat toko kami. Kemudian ia menawari Metrodata untuk menjadi distributor eksklusif Epson. Waktu itu, saya tidak tahu apa itu Epson. Jadi, saya bilang ke Hiskak, komisaris utama Metrodata, “Ini ada orang yang menawari kita jadi distributor eksklusif Epson. Bagaimana?” Begitu mendengar Epson, dia langsung bilang, “Ambil.” Jadilah Epson produk portofolio Metrodata yang kedua.

Anda lama di IBM, mengapa tidak tahu soal Epson?
Saat itu saya memang awam soal merek-merek PC. Di IBM, saya lebih banyak mengurusi mainframe. Bahkan, saya pertama kali melihat desktop di ruang Hiskak, waktu diwawancarai untuk menjadi CEO. Namun, saya tidak awam dengan komputer. Dulu saya pernah mengajari beberapa rektor ITB memakai komputer. Tetapi, supaya mereka tidak malu, saya yang datang ke rumah mereka... hahaha.

Bagaimana kelanjutan toko Metrodata di Ratu Plaza?
Dua tahun setelah buka, toko itu kami tutup. Ceritanya, ada pengusaha Glodok yang ikut-ikutan jualan PC. Ia membuka gerai berjarak dua toko dari kios kami dan beriklan: lebih murah dari toko kami. Saya pikir, sudahlah, kita tutup saja. Toh, kami sudah menikmati manfaat dari toko itu, yakni menjadi distributor eksklusif Epson. Malah, dengan Epson, kami menjadi distributor tunggal yang paling lama, hingga sekarang.

Setelah sukses dengan Epson, bagaimana kelanjutannya?
Saya menjajaki menjadi distributor National Advance System (NAS), yang dikenal sebagai IBM plat compatible. Produk ini memiliki operating system yang sama persis dengan mainframe IBM, tetapi harganya cuma 70%-nya. Intinya, cuma beda merek, tetapi kemampuannya sama. Ini produk legal, meski tentu saja IBM protes keras. NAS ini perusahaan AS, tetapi produknya dibuat oleh Hitachi, Jepang. Sekarang NAS berubah menjadi Hitachi Data System. Singkat cerita, saya pun berangkat ke Jepang. Tetapi, ternyata Jepang hanya membuat komponennya. Sedangkan untuk menjadi distributor harus langsung berhubungan dengan kantor pusatnya di AS. Jadi, dari Jepang saya terbang ke AS. Sampai di sana, pertanyaan pertama orang NAS kepada saya, “I’m sorry, where is Indonesia?” Ternyata, tahun 1980-an Indonesia belum ada di peta bumi AS... hahaha. Namun, meski akhirnya menjadi distributor NAS, ada yang saya sesali.

Apa itu?
Ternyata NAS belum memiliki distributor di wilayah ASEAN. Saya menyesal mengapa hanya meminta menjadi distributor wilayah Indonesia, mengapa tidak sekalian ASEAN. Inilah kalau visi terlalu terbatas.

Kini, apa bisnis utama Metrodata?
Ada dua, yaitu distribusi hardware-software dan services atau IT solutions. Saat ini, pendapatan distribusi masih 80% dari total pendapatan Metrodata. Anda perlu tahu, Metrodata ini mirip supermarket. Hampir semua merek hardware atau software ada di sini. Mengapa? Ini karena kami tak mau tergantung pada satu vendor. Supaya kalau perusahaan induknya terjadi sesuatu, kami bisa survive.

Apakah akan terus menjadi supermarket?
Tidak. Sekarang kelihatannya kami harus lebih fokus. Tidak tunggal, tetapi beberapa. Apalagi sekarang vendor-vendor tak hanya memanfaatkan distributor. Mereka juga langsung berjualan.

Ke depan, Metrodata akan menjadi perusahaan apa?
Beberapa bulan lalu, seluruh eksekutif Metrodata berkumpul. Kami melakukan rethinking. Keputusannya, kami akan menjadi IT solutions company. Hanya, kami masih terbentur masalah SDM yang selain jarang dan mahal, juga rawan dibajak. Tahun lalu, 20 karyawan Metrodata dibajak perusahaan yang berbasis di Singapura. Saya mengerti di sana mereka mendapat gaji lebih tinggi, lingkungan yang baik, dan kesempatan untuk mereka berkembang. Distribusi juga tetap kami kembangkan selama masih menguntungkan.

Lesan adalah pria “rumahan”. “Saya lebih senang di rumah, menonton DVD atau drama Korea,” kata pria yang memiliki sepasang putra-putri ini. Hobi lainnya, membaca komik dan cerita silat. Lesan adalah penggemar berat pengarang Chin Yung. Ia mengoleksi karya-karyanya, bahkan ikut milis khusus para penggemar Chin Yung.

Pernah punya pengalaman bisnis yang terkait dengan hobi?
Sekitar 10 tahun lalu saya pernah minta tolong Pak Ciputra untuk dikenalkan dengan salah seorang petinggi bank. Mulanya, Pak Ci ngobrol mulai bisnis properti hingga hobinya mengoleksi lukisan. Oleh karena tidak mengerti, saya diam saja. Namun, ketika dia bercerita tentang hobinya membaca cerita silat, giliran saya masuk dan gantian Pak Ci yang diam. Rupanya bapak itu kolektor Chin Yung dan ada satu serinya yang dia belum punya. Kebetulan saya punya dua. Jadi, yang satu saya kirim buat dia. Hasilnya, Metrodata pun dapat bisnis... hahaha.

Apa filosofi hidup Anda?
Selalu berpandangan positif. Ini pula yang saya ajarkan kepada teman-teman di Metrodata. Pernah ada salesman mengeluh, “Susah jualan komputer.” Lalu saya bilang, “Untung jual komputer itu susah, jadi kamu punya kerjaan. Coba kalau menjual komputer itu mudah, bisa-bisa sekarang kamu jadi penganggur.”

Ngomong-ngomong, kapan Anda pensiun?
Saya pensiun 1 Juli 2007. Saya sudah mengajukan surat pengunduran diri dan dewan komisaris setuju.

Siapa kira-kira penggantinya?
Wah, saya tidak tahu. Tetapi, kami ada blueprint Metrodata masa depan yang sedang dikerjakan oleh Ernst & Young dan bakal selesai di akhir Maret. Nanti, dewan komisaris akan menawarkan kepada teman-teman direksi atau orang luar, siapa yang sanggup menjalankan blueprint itu. Dari mereka yang sanggup, dewan komisaris akan memilih satu.

Selama menjadi CEO, pernah merasa gagal?
Pernah, yakni gagal membuat Pak Ci bisa memakai komputer... hahaha. Beliau bilang, “Untuk apa ada sekretaris?” Padahal, saya sudah meyakinkan beliau dengan segala macam cara. Pernah suatu kali Pak Ci menelepon, minta dikirimi notebook. Tak lama kemudian, saya dapat kiriman e-mail dari Pak Ci. Saya sangat surprise dan bilang ke teman-teman di Metrodata, “Kita harus selamatan karena Pak Ci sudah bisa kirim e-mail.” Tetapi, ternyata itu e-mail Pak Ci yang pertama dan terakhir saya terima. Waktu saya tanya ke Pak Ci, beliau bilang, “Kalau Lesan mau kirim e-mail, ke anak-anak saya saja.”

Nama :Lesan Limanardja
Lahir :Purwokerto, Jawa Tengah, 21 Februari 1939
Pekerjaan:Chief Executive Officer (CEO) dan Presiden Direktur PT Metrodata Electronics Tbk

Pendidikan:- Lulusan ITB, 1962
(Kamis, 1 Maret 2007 14:30 WIB - warta ekonomi.com)