Halaman

FAUZI BOWO, SOSOK BIROKRAT YANG MERAKYAT


Keinginan Fauzi Bowo untuk menjadi orang nomor satu di DKI Jakarta akhirnya terwujud. Fauzi yang berpasangan dengan Prijanto berhasil mengguli pesaingnya Adang Daradjatun-Dani Anwar dalam Pilkada Agustus lalu. Meski perolehan suara tidak terlalu signifikan, tapi sudah cukup untuk mengantarkan putra pasangan H Djohari Bowo bin Adipoetro dengan Hj Nuraini binti Abdul Manaf itu menduduki kursi DKI-1. Fauzi Bowo merupakan sosok birokrat yang merakyat, bijak, bersahaja, dan agamis. Fauzi lahir di Jakarta 10 April 1948 dari pasangan H Djohari Bowo bin Adipoetro dengan Hj Nuraini binti Abdul Manaf. Darah Betawi Fauzi Bowo berasal dari garis keturunan sang Ibu yaitu Hj Nuraini binti Abdul Manaf. Kakek dari Fauzi Bowo yaitu KH Abdul Manaf bin Achmad Jabar, adalah seorang Tokoh Nahdlatul Ulama di Jakarta yang berprofesi sebagai pengusaha. Sementara sang Ayah yaitu H Djohari Bowo bin Adipoetro berasal dari Malang, Jawa Timur.

Fauzi Bowo sejak kecil sudah terbiasa dengan kehidupan yang islami. Sang kakek, KH Abdul Manaf, kerap mengajaknya mengunjungi para ulama kala itu. Untuk memperdalam akidah Islam kepada cucu kesayanganya itu, sang kakek mengirimkan Fauzi Bowo untuk belajar agama Islam kepada tokoh ulama terkemukan kala itu, yaitu KH Syafei Al Hadzami dan Habib Sami Alatas. Bahkan, dalam usia 10 tahun, Fauzi Bowo telah menunaikan ibadah Haji ke Mekkah berserta bersama keluarganya.

Meski sosok Fauzi Bowo dibesarkan di dalam keluarga yang islami, namun Fauzi Bowo menyelesaikan pendidikannya sejak sekolah dasar hingga SLTA di sekolah Katolik. TK dan SD di St Bellarminus, SLTP dan SLTA di Kanisius. Lulus SMA, Fauzi pernah kuliah di Fakultas Teknik Universitas Indonesia 1966/1967.

Kemudian pada usia 19 tahun, Fauzi kuliah di Technische Universitat Braunschweig, Jerman. Saat lulus sarjana muda, Fauzi belajar ilmu politik di Berlin, lalu belajar sosiologi di Zurich. Setelah itu ia kembali melanjutkan kuliah arsitekturnya dan mendapat gelar master untuk Teknik Arsitektur Perencanaan Kota dan Wilayah dari Universitat Braunschweig tahun 1976. Setelah mendapat gelar Master tersebut Fauzi Bowo kembali ke Indonesia, dan mulai berkarier di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada tahun 1978. Namun, selama berkarir di Pemprov DKI, Fauzi Bowo mendapat kesempatan kembali untuk belajar dan akhirnya pada tahun 2000, Fauzi Bowo mendapat gelar Doktor Ingenieur (DR Ing) dari Fachberiech Architektur/Raum Und Umweltplanung-Baungenieurwesen Universitat Kaiserlautern Republik Federasi Jerman, dengan disertasi berjudul Prinsip dan Panduan Dasar untuk Pengembangan Ruang Metropolitan dan Ruang Megapolitan Jakarta dan lulus dengan predikat cum laude.

Karir Fauzi Bowo dalam bidang birokrasi di mulai pada tahun 1978 sebagai staf ahli Gubernur DKI Jakarta, kemudian pada tahun 1979 Fauzi Bowo mendapat mandat untuk mengemban tugas sebagai Pelaksana Tugas Kepala Biro Kepala Daerah DKI Jakarta. Meski ia telah terjun dalam bidang birokrasi, namun Fauzi Bowo telah menjalankan profesinya dalam dunia akademis sebagai Dosen di Universitas Indonesia. Ia baru melepaskan profesi akademisnya sebagai dosen pada tahun 1982 saat ia diangkat sebagai pejabat sementara Kepala Biro Kepala Daerah DKI Jakarta.

Selama 13 tahun ternyata prestasi kerja Fauzi Bowo terus meningkat. Oleh karena itu, pada masa kepemimpinan Gubernur Surjadi Soedirdja (1992-1997), ia dipercaya untuk menduduki jabatan Kepala Dinas Pariwisata. Karena pretasinya yang terus gemilang, pada masa kepemimpinan Gubernur Sutiyoso (1997-2002), ia diserahi jabatan sebagai Sekretaris Wilayah Daerah (Sekwilda). Sebenarnya Fauzi Bowo memiliki kesempatan untuk mencalonkan diri sebagai gubernur periode 2002-2007. Mantan dosen Universitas Indonesia periode 1977-1984 ini sempat didaulat pendukungnya menjadi calon gubernur 2002. Namun karena kebijaksanaannya dalam mengikuti proses yang begulir, akhirnya dia memilih berpasangan dengan Sutiyoso yang dicalonkan Fraksi PDI-P dan Golkar. Keputusan pria yang akrab disapa Bang Fauzi itu sempat membuat Fraksi PAN dan beberapa partai kecil lainnya yang mengajukan dia sebagai calon gubernur kecewa. Namun saat mencalonkan diri pada Pilkada 2007, dukungan terhadap Fauzi malah semakin bertambah. Sebanyak 20 partai politik yang tergabung dalam Koalisi Bersama mendukung pria yang mahir berbahasa Inggiris, Belanda, dan Jerman itu.

Slogan Jakarta untuk Semua ternyata mampu menarik simpatik masyarakat ibu kota. “Untuk membangun Jakarta, serahkan kepada ahlinya dan kepada yang sudah berpengalaman. Jika tidak, kehancuran tinggal menunggu waktu.” Kalimat tersebut diucapkan berulang-ulang oleh Fauzi saat kampanye dan terbukti mampu mendulang suara sekaligus memenangkan pilkada 8 Agustus 2007 lalu. Alhasil, Fauzi Bowo yang berpasangan dengan Prijanto terpilih sebagai pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2007-2012.

Begitu ditetapkan sebagai pemenang pilkada, pria yang memiliki kegemaran mengoleksi motor gede ini berjanji akan membawa Jakarta ke arah yang lebih baik. Bahkan ia berjanji tidak akan melakukan diskriminasi dalam pelayanan publik kepada seluruh warga ibu kota. Semua warga ibu kota berhak atas semua pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Oleh karena itu, apabila terjadi perlakukan istimewa kepada salah satu golongan saja, maka sistem pemerintahan ke depan tidak akan berjalan dengan baik.

"Saya ucapkan terimakasih kepada semua yang telah mendukung saya sewaktu Pilkada 8 Agusutus lalu. Saya berjanji tidak akan melakukan diskriminasi pelayanan publik di ibu kota. Di Jakarta ini tidak boleh ada diskriminasi. Semua warga berhak mendapat pelayanan yang sama," tuturnya.

Ia menuturkan, penerapan pelayanan publik yang dilaksanakan secara menyeluruh tersebut harus dilaksanakan mulai tingkat kelurahan hingga provinsi. "Kita harus bisa laksanakan ini sejak dari kelurahan," ujarnya. Sebagai figur yang bersahaja, Fauzi Bowo juga tak segan-segan untuk bertatap muka langsung dengan masyarakat. Oleh karena itu, selama kepemimpinannya ia akan menerapkan sebuah budaya baru yaitu budaya mendengar aspirasi masyarakat. Sebab, dengan banyak mendengar apsirasi masyarakat maka seorang pemimpin akan banyak mengerti apa yang akan dilakukan untuk masyarakat. Sifat bersahajanya ini telah ditunjukan dengan beberapa perilaku sederhana dalam sehari-harinya. Misalnya, sebagai seorang pejabat ia selalu memilih berjalan kaki ketika akan mengikuti rapat di gedung Wakil Presiden RI yang lokasikan bersebelahan dengan gedung Balaikota DKI Jakarta.

Selain itu, tata kelola pemerintahan yang akan diterapkannya selama lima tahun ke depan lebih memprioritaskan pada penegakkan hukum seluas-seluasnya. Sebab, apabila penegakan hukum tersebut dapat berjalan dengan baik, maka kepercayaan publik kepada pemprov akan semakin meningkat."Ke depan kita harus mampu untuk menempatkan hukum di atas segala-segalanya. Kalau ini berjalan baik, kepercayaan masyarakat kepada pemerintah itu semakin tinggi. Tidak hanya itu, Jakarta sebagai ibu kota negara juga akan dilihat oleh kota-kota lain, baik nasional maupun internasional," tegasnya.

Fauzi Bowo juga berjanji akan merampingkan struktur Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta selama lima tahun ke depan. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan sistem pemerintah daerah yang mandiri dan profesional. Hal tersebut tidak lain adalah amanat yang terkandung dalam PP 41/2007 tentang Susunan Organisasi Perangkat Daerah disarankan untuk melakukan perampingan struktur di pemerintah daerah.

Tak hanya itu, dia juga akan melakukan pembenahan melalui program bebenah kampung yang rencananya masuk dalam program kerja selama 100 hari.

Biodata Fauzi Bowo
Nama : DR Ing H Fauzi Bowo
Ttl : Jakarta , 10 April 1948
Agama : Islam
Istri : Hj Sri Hartati Bowo
Anak : Tiga orang

Pendidikan
2000 Doktor Ingenieur dari Fachbereich Architektur/ Raum Und Umweltplanung-Baungenieurwesen Universitat Kaiserlautern Republik Federasi Jerman
2000 Lemhannas KSA VIII/2000
1992 Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia
1989 Sespanas
1987 Sepadya
1968 -1976 Sarjana Teknik Arsitektur Perencanaan Kota dan Wilayah dari Technische Universitat Braunschweig Republik Federasi Jerman
Pengalaman Kerja
2002-2007 Wakil Gubernur DKI Jakarta
1998-2002 Sekretaris Wilayah Daerah (Sekwilda) DKI Jakarta
1993-1998 Kepala Dinas Pariwisata DKI
1986-1988 Pejabat Kabiro Kepala Daerah DKI
1982-1986 Pejabat sementara (Pjs) Kabiro Kepala Daerah DKI
1979-1982 Kepala Dinas Pariwisata DKI
1979-1982 Pelaksana tugas Kepala Biro Kepala Daerah DKI
1977 -1984 Menjadi staf pengajar di Universitas Indonesia
sampai 1976 Asisten Ahli Tech. Univ. Braunschweig

Jabatan Informal
1. Ketua DPW Nahdlatul Ulama (NU) DKI
2. Ketua Badan Narkotika Provinsi (BNP) DKI
3. Ketua PGJI (Persatuan Gerak Jalan Indonesia )
4. Ketua KPAD (Komite Penanggulangan AIDS Daerah) DKI
5. Ketua Badan Musyawarah Masyarakat Betawi (Bamus Betawi)
6. Ketua KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia ) DKI
7. Ketua Perhimpunan Masyarakat Melayu Baru Indonesia (Mabin)
8. Ketua Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) DKI
9. Ketua Masyarakat Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI)
Pengalaman Organisasi
1. Aktivis KAMI Fakultas Teknik Universitas Indonesia
2. Aktivis Persatuan Pelajar Indonesia di Jerman Barat 1966/1967
3. Anggota Dewan Pertimbangan Pemuda KNPI Pusat 1982-1984
4. Bendahara DPD Golkar DKI 1983-1993
sumber http://www.beritajakarta.com